SELAMAT DATANG DI RHEYSHA'S BLOG.....
Popular 1:1 Traffic Exchange

Rabu, 19 Januari 2011

Pelangi Hati Part 2

 Pelangi Hati Part 2

Kantor Dinas Pertambangan
“Setelah bermusyawarah akhinya saya memilih 4 orang pegawai saya yang akan mengikuti pelatihan di Bandung minggu depan. Nama-nama ini sudah saya petimbangkan dan saya sudah tahu sejauh mana kemampuan mereka selama bekerja. Karena mereka memilki keahlian yang cukup baik dan perlu dikembangkan lebih jauh lagi demi memajukan kota kita. Untuk yang belum terpilih, masih ada kesempatan bulan depan” Pak Heryawan sebagai kepala dinas memimpin rapat pagi ini.
“Baiklah, yang akan mengikuti pelatihan kali ini yaitu saudara Galih Triandi, Anton Siregar, Risha Aulia, dan Anggita. Demikian yang dapat saya sampaikan. Hal-hal yang berkaitan dengan pelatihan akan diinfokan paling lambat dua hari dari sekarang. Wassalamualaikum warahmatulahi wabarakatu. Selamat siang..”.
“Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh..Siang pak..” semua pegawai kembali keaktifitas masing-masing, terkecuali Risha, Anggita, Anton dan Galih.
“Mantap...Pak Heryawan memang jeli melihat kita. Hore kita jalan-jalan lagi Gal...” seru Anto yang dikenal paling ribut suaranya plus logatnya yang kental. Meski begitu ia memiliki keahlian di bidang teknik pertambangan. Pria asal Medan ini sudah 5 tahun ditempatkan di kotaku, 2 tahun lebih dulu sebelum aku bekerja di sini. Ia sudah beberapa kali mengikuti pelatihan bahkan sudah menjadi staf ahli di kantor. Galih dan Anton adu tos.
“Wah, pelatihan kali ini sepertinya asyik. Apalagi ada Risha. Iya tidak Gal?” Anton mengedipkan matanya pada Galih seraya melirik Risha.”
“Ah, bisa saja kamu Ton. Mana mau ia denganku. Bisa saja kan aku bukan tipe pria idamannya.”
Galih tersipu malu sesekali menatap wajah gadis di depannya itu. Terpancar rona merah di pipi putihnya. Galih memang menaruh hati kepada Risha semenjak prajabatan dulu. Semua pegawai di kantor sudah tahu hal ini, tidak terkecuali Pak Heryawan. Bagaimana tidak? Selama di kota ini ia tinggal bersama Pak Heryawan, pamannya. Paling tidak sedikit banyak ia pernah menceritakan perasaannya kepada Pak Heryawan. Hanya saja ia tidak berani berkata terus terang kepada Risha dan tetap menyimpannya di dalam hati. Padahal jikalau ia mau, dengan wajah tampan, postur yang ideal dan kulit putihnya sudah ia terima tawaran hati gadis yang mendekatinya, tapi tetap saja ia menolak. Hanya satu di hatinya, Risha gadis berjilbab yang sederhana. Mandiri dan tentunya soleha. Seperti istri  idamannya selama ini.
Risha hanya tersenyum sejenak kepada mereka berdua dan melanjutkan pembicaraannya dengan Anggita, menanyakan rencana kerjasama eksplorasi dengan sebuah perusahaan. Akhir-akhir ini banyak tawaran kerjasama yang datang kepada ia dan Anggita. Tentunya di luar jam kerja kantor mereka.
***
Handphone di meja berdering. Ibu yang masih di kamar bergegas keluar dengan mukena yang masih melekat padanya.
My Sister Calling....
“ Iya Assalamualaikum Nak..”
“Wa’alaikumsalam Bu, Kak Risha ada?”
“Kakakmu belum selesai shalat. Apa kabarmu nak? Baik-baik saja disana?”
“Alhamdulillah Rini baik bu. Oh, iya Kak Risha mau ke Bandung minggu depan ya Bu? Kalau begitu aku bisa minta tolong lihat-lihat kebaya disana. Ibu kapan mau ketempatku? Semenjak aku kuliah ibu tidak pernah ke mengunjungiku, hanya kak Risha saja” rajuk Rini
“Iya, kakakmu memang akan ke sana. Nak, kamu tahu sendiri ibu bukannya tidak mau ke sana. Setiap hari ibu merindukanmu. Hanya saja jika pekerjaan disini ibu tinggalkan dan sering ke sana siapa yang akan mengawasi karyawan di sini? Bulan depan ibu juga akan kesana, mendampingi wisudamu”
“Maafkan Rini yang tidak mengerti ibu...” ada rasa terharu di sana.
Sejenak suasana hening. Risha keluar dari kamar menghampiri ibu yang sempat menitikan air mata haru dan bangga.
“Siapa yang menelpol bu?. Ibu kok menangis?” Risha mengusap air mata ibu dan memeluknya dengan sayang.
“Ini adikmu yang menempol, ia menanyakan rencana keberangkatanmu ke Bandung” Risha meraih handphone yang diberikan ibu.Berbicara dengan adik yang disayanginya itu.
Ibu mengusap air mata harunya seraya mengusap kepala Risha. Jikalau suaminya melihat anak-anak mereka ini tentunya ia akan bangga. Kerjakeras dan usaha yang ia rintis semenjak ditinggal suami dulu telah membuahkan hasil. Usaha yang dimulai dengan warung kecil-kecilan di depan rumah telah menggurita dan tersebar di beberapa cabang. Dirintis dengan bermodal keyakinan pada Sang Maha Kuasa dan nekad dengan mengandalkan uang pensiunan pegawai negeri yang tidak seberapa. Belum lagi harus membagi uang itu dengan biaya sekolah dasar Risha dan keperluan Rini. Sisanya untuk biaya hidup mereka sehari-hari. Ibu ditinggal ayah meninggal sewaktu Risha kelas lima SD dan Rini yang berusia 3 tahun.
Di usia tiga puluh tahun, usia yang masih cukup muda bagi ibu untuk menghadapi hidup sendiri, menjadi single parent waktu itu. Padahal tidak sedikit pria yang menawarkan diri untuk menjadi pendamping hidupnya. Bukannya ibu menolak jodoh, tetapi ibu takut tidak bisa memberikan ayah yang baik untuk anak-anaknya, terutama ayah yang soleh dan mencintai anal-anak yang bukan darah dagingnya. Sulit menemukan sosok seperti itu di jaman sekarang. Yang ada hanya mencintai ibunya bukan anaknya.
***
To be continue......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberi komentar untuk blog ini: