SELAMAT DATANG DI RHEYSHA'S BLOG.....
Popular 1:1 Traffic Exchange

Rabu, 19 Januari 2011

Pelangi Hati Part 1

Pelangi Hati part 1
Mentari mulai kembali ke peraduan, semburat jingga mulain merona diantara kepakan sayap merpati. Senja ini masih seperti dulu, masih seperti diawal aku bertemu dengannya. Begitu pula pada saat ini, takdir mempertemukan kami kembali. Padahal aku berpikir kami tidak akan pernah bersama lagi semenjak kejadian itu. Tapi jika Sang Illahi Rabbi sudah berkehendak siapapun tidak dapat mengingkarinya.
“ Seharusnya kamu mengatakan ini sejak dulu Rhey. Sebelum semuanya terlanjur terjadi. Tapi kenapa baru sekarang kamu mengatakannya padaku disaat kita akan menikah?” Risha mengigit bibirnya menahan segala perasaan yang berkecambuk di dalam dadanya.
“ Ini bukan mauku Sha, orang tuaku yang menginginkannya. Mereka terus mendesakku. Sebagai anak aku hanya ingin membahagiakan mereka dan memberikan yang terbaik meski...”
“ Meski apa? Meski harus mempermalukan keluargaku. Apakah ini yang kamu inginkan dariku selama ini?.
“Tolong jangan pojokan aku seperti ini, aku mohon. Aku tidak pernah bermaksud untuk menyakiti hatimu apalagi mempermalukan keluargamu. Aku hanya tidak bisa menentang kemauan orang tuaku. Aku mencintai mereka sama seperti aku mencintaimu”
Hening. Yang terdengar hanya desau angin di celah dedaunan. Alam seakan menjadi saksi kegalauan yang terjadi pada kedua insan ini. Dinda yang menemani Risha sejak tadi hanya bisa terdiam dan merangkul bahu sahabatnya. Jilbab mereka teriap-riap di terpa angin. Ia merasakan betapa beratnya masalah yang dialami Risha dan Rhey. Sementara Rhey yang berada di hadapan mereka , tertunduk takzim seraya meremas jari-jarinya.
“Begitu berat cobaan yang Engkau berikan ya Rabb...aku tidak mungkin menyakiti hati wanita soleha seperti dia, tapi tidak juga berani menentang kemauan orang tuaku. Aku sama-sama mencintai mereka”. Bisik Rhey.
“Ba..Baiklah Rhey...jika memang sudah tidak ada jalan yang bisa kita tempuh..aku..aku akan mundur. Ikutilah kemauan orang tuamu. Aku pun tidak mau jika kamu mempertahankan hubungan kita sementara orang tuamu tidak ridho dengan kita.” Risha menggenggam kuat tangan Dinda berusaha untuk tetap tegar.
“Maafkan aku Sha..maafkan aku. Semoga ini adalah jalan yang terbaik bagi kita. Besok aku akan menemui orang tuamu untuk menjelaskan semuanya. Karena aku mengkitbahmu dengan cara baik-baik dan aku menginginkan juga kita berpisah dengan cara yang baik pula”. Rhey menatap Risha dengan sendu.
“Baiklah Rhey. Insyallah ini yang terbaik bagi kita. Terima kasih atas kebaikanmu selama ini.  Aku harap tali silaturahim kita tetap terjalin. Ku doakan supaya kamu berbahagia bersama pilihan orang tuamu” sebulir kristal bening jatuh di pipi Risha. Mulai saat ini ia harus mengikhlaskan Rhey.
***
5 tahun kemudian
Di sebuah rumah yang sederhana dengan nuansa biru berpadu putih. Halamannya nan hijau begitu indah. Sesekali tercium aroma mawar dari pot-pot bunga disebelah kanan rumah. Sementara di sebelah pot-pot mawar berjejer rapi bunga krisan kuning dan ranting-ranting bambu diselipi melati liar yang melingkar padanya. Pemandangan ini sangat kontras dengan kesibukan yang ada di rumah, hampir setiap minggu.
“Sudahlah Sha, kamu istirahat saja dulu. Biar ibu yang menyiapkan pesanan-pesanan ini. Kamu dari kemarin belum istirahat dan lusa kamu harus masuk kantor kan?” ibu merapikan jilbab Risha.
“Nanti saja bu, pesanan-pesanan ini  belum selesai semuanya. Pukul 11.00 nanti kan mau diantar ke tempat resepsi. Kalau terlambat orang tidak mau percaya lagi kepada kita. Sayang kan..” Risha memasukan potongan-potongan rendang ke dalam sebuah wadah stenless stel.
Tak lama seorang karyawan dengan jilbab coklatnya masuk. Tergesa-gesa ia menghampiri Risha.
“Maaf bu Risha, tadi yang resepsi jam 1 siang telepon. Beliau pesan kalau sup ayam jamurnya di tambah dua kali lipat dari sebelumnya begitu juga dengan sambal goreng atinya”
“Kok mendadak ya Nin?”
“ Saya tidak tahu juga bu. Yang pesan hanya bilang untuk jaga-jaga saja.”
‘Subhanallah....Ya sudah, persediannya supnya masih banyak kan?. Kebetulan yang resepsi nanti malam menunya juga sama. Kita masih punya banyak waktu untuk memasak pesanan yang resepsi nanti malam”
“ Baik bu...” tapi sebelum karyawan ini berbalik ke belakang.
“Sebentar Nin, tolong bilang ke Anton mobilnya di periksa kembali, kalau perlu ban cadangan juga di bawa untuk jaga-jaga”
“Siaaap...oke bu. Saya akan melaksanakan apa yang ibu perintahkan” kata Nina dengan gaya seorang yang memberi hormat kepada komandannya. Risha dan Ibu hanya menggelengkan kepala, terkikih-kikih pelan.
“Kamu ini persis ayahmu. Kalau sudah ada pekerjaan yang mengasyikan tidak ingat istirahat. Ya sudah, nanti kalau pesanan-pesanan ini sudah selesai kamu istirahat ya. Ibu sudah buatkan ikan asam pedas kesukaanmu”. Ibu mengusap kepala Risha.
***
Rembulan tersipu malu mengintip dari balik awan. Bintang begitu setia menemaninya, seolah tidak ingin sang bulan sendirian. Malam yang begitu indah untuk dinikmati sendiri. Malam yang indah untuk mengenang kisah indah. Begitu pula yang dilakukan Risha. Malam ini ia begitu kelelahan. Setelah menyelesaikan pesanan untuk resepsi ia duduk di serambi rumah, memandangi langit. Ikan asam pedas buatan ibu sudah mengganjal perutnya sedari tadi, kali ini ia menikmati es buah kesukaanya. Risha mengeluarkan laptop, ia lebih menyukai menumpahkan persaannya pada laptop belakangan ini, terutama setelah Diana menikah 3 tahun lalu.
Ayah...
Apa kabar ayah disana? Tak terasa waktu begitu cepat berlalu semenjak kepergianmu. Dik Rini sekarang sudah kuliah, bahkan bulan depan ia akan wisuda. Kalau ibu sudah tidak lagi sibuk dirumah makan, ada karyawan yang ibu percaya mengelolanya. Bahkan sudah buka cabang. Sedangkan aku sendiri sudah bekerja di Dinas Pertambangan, seperti jurusanku sewaktu kuliah dan mengelola bisnis katering. Sekarang karyawanku sudah 10. Alhamdulillah bisnisnya lancar. Rumah kita juga sudah direnovasi lebih besar dan dibuat tempat bisnisku disebelahnya. Kalau ayah masih hidup, ayah pasti bangga melihat Ibu, aku dan dik Rini berhasil.
Oh,ya Diana sahabatku sudah menikah yah.sekarang anaknya sudah satu. Tapi akhir-akhir ini ia jarang ke rumah. Mungkin sibuk mengurus anaknya yang lucu itu. Selain itu ada hal yang masih membuatku gusar yah, aku kasihan dengan Ibu yang ingin aku menikah. Padahal aku juga belum punya calon suami. Aku masih ingin berkarir dulu.
Hmm....seandainya waktu itu aku menikah dengan Rhey...
Rhey... Tak sengaja ia mengucap nama itu. Sosok itu kembali muncul di pelupuk matanya. Astagfirullahalazim...aku tidak boleh mengingat Rhey. Aku tidak boleh berandai-andai seperti ini, karena dengan mudah saja syaitan akan menjerumuskankanku lebih jauh.  Bukankah Rhey sudah tenang dengan keluarga kecilnya dan tentunya ia bukan miliku lagi. Risha menghela nafas panjangnya.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberi komentar untuk blog ini: